Minggu, 18 Desember 2016

Bulu Saukang Maros, Indonesia

   Siang itu,16 September 2016 tepatnya diruang DH lt.3 Fakultas Bahasa dan Sastra, tiba-tiba ponsel saya terdengar berbunyi, terlihat dilayar posel sebuah pesan singkat  yang berbuyi " weh ayo kemaros " kemudian dengan lincahnya jemari saya membalas pesan itu "untuk ?? kuliahka jam dua nah" balasku      "kesini meko dulu" balasnya lagi. tanpa berpikir panjang saya mengemas buku catatan saya kedalam tas,meninggalkan kelas menuju tempat rekan saya. Setiba disana terlihat ada orang baru, saat itu saya berusaha mengenalinya namun " kenalan ko dulu tawwa" tegur teman saya itu, kemudian kami berkenalan dan memulai perbincangan, setelah lama berbincang ternya beliau atau sebut saja kak lisna, iyya kak lisna ini ingin mengajak kami ke Bulu Saukang, sebuah bukit yang terletak di desa Benteng Gajah, Kec.Tompo Bulu, Maros Sulewesi Selatan, Indonesia.
  Waktu menunjukka pukul 12:13 Wita, Siang itu terasa sangat terik rasanya matahari hampir tak memberi celah untuk angin berhembus sejuk, tetepi semua itu tidak kemudian menghentikan langkah kami menuju Bulu Saukang. Untuk perjalanan kali ini kami berjumlah 8 orang diantaranya 2 orang laki-laki dan 6 orang perempuan dengan mengendarai sepeda motor. misi kali ini untuk mengatar kak Lis yang lama tak bersua dengan alam bebas katanya, sebenarnya ini juga kali pertama saya kesana jadi sangat bersemangat. Setelah semua kelengkapan dipersiapkan kami berdoa bersama  dan berangkat.
perjalanan kali ini dimulai dari kampus UNM ( Universitas Negeri Makassar ) Sektor Parang Tambung, belum jauh melangkah kami memutuskan untuk mengisi perut di Pallubasa Mallengkeri dekat perempatan perbatasan Gowa-Makassar, Pallubasa merupakan kuliner khas Makassar yang hampir sama dengan Coto hanya saja kuah Pallubasa ini dicampur dangan parutan kelapa yang sudah disanrai dan membuatnya lebih gurih" . Pukul 13:15 kami melanjutkan perjalanan, untuk rute menuju lokasi kami memilih rute Jl.Syekh Yusuf - Samata - Maros. Pukul  14:24 Wita kami tiba dilokasi, tepatnya dirumah Pak Desa Benteng Gajah untuk melapor dan menitipkan kedaraan kami, setelah melapor dan menata rapi posisi parkir kendaraan pada pukul  14:39 Wita kami melanjutkan perjalanan menuju lokasi, jalur masuk menuju Bulu Saukang sendiri terbilang dekat dari rumah Pak desa, pertama-tama dari rumah pak desa kami melalui jalan setapak yang biasa dilalui warga untuk berkebun ± 15 menit berjalan kami menemukan sebuah jembatan, dari jembatan itu kami terus mengikut jalur yang sering dilewati warga sekitar, waktu itu sedang kemarau jadi kondisi jalur tidak terlalu becek, oia untuk jalur awal akan sedikit menanjak namun setelah itu jalan bisa bilang landai, sepanjang perjalanan mata akan dimanjakan dengan bentangan hijau  diseblah kiri bawah, sementara dari sebelah kanan atas mata akan dimanjakan dengan jejeran pohon yang menjulang tinggi keatas. ± 45 menit berjalan " Ambil kanan meko " teriak rekan saya dari arah belakang, setelah beralih ke arah kanan kami memasuki hutan dengan rute yang menanjak dan  licin tak jarang dari kami yang tergelincir mungkin juga tergelincirnya karena kami tidak memakai sepatu standar untuk melalui jalur tracking. Setelah ± 50 menyusuri hutan dengan rute yang bisa dibilang terus menanjak, kami akhirnya tiba pada puncak bayangan dimana pijkan kaki keseluruhan adalah Karst dan terbilang licin bila tidak menggunakan sepatu standar.
Akses untuk menuju puncak Saukang
Setelah itu kami masih harus melalui tangga bambu untuk menuju puncak, kondisi akses sudah terbilang kurang baik, hampir lapuk anak tangganya pun banyak yang terlepas, tetapi itu tidak kemudian mengurungkan niat kami menuju trangulasi Bulu Saukang.
tari-menarik penyebrangan

Setelah berhasil melalui tangga bambu, kami masih harus menyebrangi cela pemisa antara batu yang sata danganta yang lainnya, salah langkah sedikit kellar idup lo, " nda berani ka kak " ujarku pada rekanku yang mengulurkan tangan untuk membantu " edd percaya mko saja' tida ji itu" balasnya lagi, karena sadar akan kondisi tubuh dan berat badanku yang melampaui batas rata-rata maka saat itu saya merasa ragu untuk ditopang oleh orang yang ukuran tubuhnya jauh lebih kecil, namun karena kata percaya akhirnya saya bisa berada pada batu sebelahnya. 
 
Rute menuju puncak bayangan haha

Perjuangan belum berakhir sampai disitu, setelah penyebrangan tarik-menarik itu kita masih harus berjalan dengan rute menanjak, dengan kemiringa
± 40° selama 7 menit. 
kondisi rute dari punggungan kedua sebelum trangulasi
nah, setelah tiba pada punggungan kedua kita sudah bisa melihat trangulasi dari kejauha, namun sebelum kesana saya memilih untuk duduk sejenak pada titik tertingginya sekedar untuk menarik nafas, menghirup udara yang takkan pernah didapati ditengah keramaian kota Makassar dan juga tak lupa bersyukur atas kesempatan yang telah diberikan oleh Sang Pemilik Semesta Alam untuk lebih mengenal salah satu ciptaannya yang menakjubkan, Setelah semua terasa menyatu saya melanjutkan langkah menuju trangulasi Saat itu jam menunjukkan Pukul 16:29 Wita, sebelum sampai ke trangulasi sudah terdengar teriakan dari bawah oleh rekan saya yang lebih dulu turun " jam 5 dibawah meki nah, takut kemalaman" ujarnya namun terdengar samar.
saya
dan tibalah saya ditrangulasi, kata orang sekitar dan teman-teman yang pernah kesini trangulasi Bulu Saukang ini merupakan sebuah simbol pembatas atau titik temu antara tiga kabupaten yaitu GOWA-MAROS-MAKASSAR, sewaktu kesini saya tidak memeperhatikan baik letak dari kabupaten tersebut karena terburu-buru, yang pasti perjalanan ini salah satu perjalanan kajili-jili tapi berkesan bagi saya, oia kata kajili-jili merupakan bahasa daerah Bugis-Makkassar yang berarti terburu-buru. Tak berlama-lama ditrangulasi saya kemudian melanjutkan langkah untuk menyusul meraka yang sudah lebih dulu kebawah dan pada pukul 17:45 kami kembali tiba di rumah Pak Desa untuk berpamit dan mengambil kendaraan setelah itu kami kembali ke Makassar. 
Trangulasi Bulu Saukang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar